Minggu, 16 Agustus 2009

Analis Israel Menilai Perang Gaza Telah Memberikan Legitimasi untuk Hamas


Ha’aretz – Infopalestina: Harian Israel Ha’aretz, Sabtu (28/02), memuat tulisan seorang analis Israel, Aluf Ben, yang mengatakan bahwa pemerintah Olmert selama 3 tahun dari kekuasaannya telah mengambil tiga inisiatif langkah perang: perang Libanon kedua, serangan terhadap reaktor nuklir Suriah, dan agresi di Jalur Gaza. Dari semuanya memungkinkan bagi kita (Israel) mempelajari sebuah pelajaran yang sama: "masyarakat internasional" siap untuk mendukung operasi militer Israel, selama itu dilakukan dalam jangka pendek dan terfokus, dilakukan dari udara dan tidak menyebabkan pembunuhan warga sipil dalam jumlah massif.

Namun pada saat ini operasi itu berlangsung lama dan banyak laporan di media massa tentang korban sipil, Israel beralih menjadi pihak yang disalahkan, dari pihak yang terkena terror menjadi negara penjajah dan melakukan kekerasan.

Agresi di Gaza telah menyulut berbagai macam respons internasional yang sangat tajam, karena dua alasan. Pertama, karena perimbangan. Di mana Israel hanya menderita kerugian sangat kecil yang diakibatkan oleh serangan roket dari Gaza. Namun Israel membuat serangan balasan dengan pembunuhan dan kehancuran besar.

Kedua, para korban di Gaza adalah orang-orang Palestina yang menanggung tragedi tahun 1948, penjajahan (pendudukan) dan blokade ekonomi, dan mereka hanya hidup dari belas kasihan dunia, lebih besar dibandingkan dari Bashar al Assad (presiden Suriah) dan Hassan Nasrallah (Sekjen Hizbullah Libanon).

Berita yang baik adalah bahwa jika Israel menahan dirinya dan menyerap sepanjang waktu, dan maju dengan "kasus" yang meyakinkan Israel sebagai korban, maka dengan usahanya Israel memberikan belas kasih internasional yang memiliki efektifitas terbatas.

Disamping merusak citra Israel di media, agresi ke Jalur Gaza, juga merusak Israel dari segi politik. Berikut adalah sebagian daftar itu: hubungan dengan Turki terkena pukulan, Suriah menghentikan negosiasi tidak langsung yang dilakukan dengan Israel dengan mediator Turki, Mesir merasa terhina oleh langkah Olmert yang menghalangi cara untuk mencapai gencatan senjata di selatan, sementara Bolivia dan Venezuela telah memutus hubungan.

Tetapi ini adalah masalah kecil. Bahaya utama yang dialami Israel akibat agresi ke Jalur Gaza adalah legitimasi yang diberikan perang ini untuk Hamas sebagai penguasa di Jalur Gaza, mendorong membesarnya "pembicaraan rekonsiliasi" yang akan mengembalikan gerakan Hamas memimpin Palestina. Israel ingin mengisolasi yang menumbangkan Hamas. Dan sekarang Israel mengalami tekanan keras untuk membuka pelintasan-pelintasan ke Gaza dan membuka blokade.

Operasi ini direncanakan berakhir di masa jabatan Presiden George W. Bush berakhir, seaat sebelum masuknya Barak Obama di Gedung Putih. Penetapan waktu ini sudah sempurna, tapi hasilnya kurang dari itu.

Israel telah memulai dialog dengan Obama dari posisi bermasalah. Alih-alih kedatangan Menlu Hillary Clinton membicarakan penangkalan ancaman Iran, kunjungan pertamanya ke sini justru fokus pada membantu Palestina di Gaza, yang menjadi korban operasi Israel. Barang kali inilah bahaya terbesar yang terjadi. (seto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar